Mengenal cinta melalui Munir
Kawin itu bukan cita-cita,
melainkan sesuatu yang datang sendiri dan tidak mungkin dihindari. Ia bagian
tertua dari peradaban, ia bagian dari seni, dan biarlah ia datang melalui
alurnya..
Kawin datang ketika cinta dan
kontraktual untuk bersama ditemukan, jadi ia akan datang sendiri dan kita
temukan dimana dunia peradaban yang terencana itu dijalankan.
Kata-kata Gandi tentang cinta:
“kalau orang masih berhasil menulis lewat huruf hieroglif, cinta akan
menulis dalam pilihan ruang kebenaran yang tidak terjamah.”
Cinta dan perkawinan itu bukan
soal fisik. Melainkan kebenaran dan kejujuran menemukan kesesuaian.
Cinta itu hebat, bahkan lebih
hebat dari dunia perkawinan itu sendiri. Doa adalah bagian dari penuturan cinta
pada sebuah cita-cita yang belum kita capai. Berdoalah dengan cinta, tapi
jangan berdoa untuk cinta.
Cinta mengandung sebagian kecil
rasionalitas, tapi penuh dengan benih rasa yang tidak perlu dihitung secara
matematik mengapa dia ada, meskipun kadang cinta harus diterima secara rasional.
Dalam kultur tua manusia, ada
semacam budaya manipulatif yang meniadakan cinta. Romeo dan Juliet, Siti
Nurbaya, atau Gadis Pantai. Cerita-cerita itu adalah gambaran nyata tentang
cinta yang dibatasi oleh kelas sosial, ras, etnis, status sosial dan lainnya.
Itulah manipulasi dari kalimat
umum tentang memilih cinta dengan rasionalitas. Rasionalitas umum tentang cinta
seolah-olah harus dipenjara oleh ukuran ideal tertentu.
Pendapatnya tentang Cinta yang tertuang dalam buku “KEBERANIAN Bernama MUNIR, Mengenal Sisi-Sisi Persolan
Munir”
Aku berkata sendiri dalam kisahku,
cinta itu untuk ditemukan, bukan dicari. Dan ketika ditemukan, itulah saatnya
cinta berbagi untuk cinta. Tak perlu lagi ada alasan pembenar mengapa aku
mencintainya, ataupun sebaliknya.
Cinta adalah ruang tak
terbatas.